Assalamualaikum warahmatullah wabaraktuh.
Ada suatu pertanyaan yang mengganjal dalam
hati tentang kitab suci Al-Quran, saya mohon pak Ustadz bisa memberikan
pencerahan:
1. Sejak kapan ayat-ayat al-Quran dibukukan?
2. Metoda apakah yang dipakai dalam
penyusunan ayat-ayat al-Quran sehingga memiliki urutan seperti yang kita
ketahui sekarang?
3. Tafsir manakah yang bisa kita jadikan pegangan
sesuai dengan makna al-Quran yang sebenarnya?
Ulasan yang logis dan memiliki dalil yang
sahih dari pak Ustadz sangat saya harapkan karena saat ini saya sedang
menghadapi orang yang mencoba menggoyahkan keyakinan saya tentang keotentikan
al-Quran yang sekarang kita pegang. Terima kasih sebelumnya.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
1. Kalau buku yang anda maksud adalah
cetakan modern seperti di masa sekarang, tentunya Al-Quran belum lama dicetak.
Sebab mesin cetrak modern baru ditemukan beberapa puluh tahun belakangan ini
saja. Tapi kalau yang dimaksud adalah buku dalam arti lembaran-lembaran yang
terbuat dari kulit, pelepah kurma atau media lain yang sudah dikenal saat itu,
maka sebenarnya Al-Quran telah ditulis sejak pertama kali turun.
Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris
pribadi yang kerjanya melulu hanya menulis Al-Quran. Mereka adalah para penulis
wahyu dari kalangan sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab
dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhum. Bila suatu ayat
turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat
ayat tersebut dalam surah.
Di samping itu sebagian sahabat pun
menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah
oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun
lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid
bin Tabit, "Kami menyusun Qur'an di hadapan Rasulullah pada kulit
binatang."
Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an
kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan.
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak
terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang
lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya
Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah
bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah. Dan mereka
menyebutkan pula bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali
membacakan Qur'an di hadapan Nabi, di antara mereka yang disebutkan di atas.
Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di
saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti
disebutkan di atas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan atau diterbitkan
ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah
dalam tujuh huruf.
Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu
mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh
para qurra' dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu
belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu
menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula
terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.
Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzul-nya
(turun), tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai
dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam
surah anu.
Andaikata pada masa Nabi SAW Qur'an itu
seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang
demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.
Az-zarkasyi berkata, "Qur'an tidak
dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap
waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun
semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."
Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa
yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, "Rasulullah SAW
telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya
ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu
mushaf.
Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak
mengumpulkan Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat
nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa
turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf
secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar
kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama
kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar radhiyalahu
'anhum.
2. Metode yang digunakan untuk menyusun
Al-Quran adalah metode wahyu dari langit. Sebab setiap ada ayat yang turun,
Rasulullah SAW selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, beliau juga
menjelaskan tata letak ayat tersebut di dalam Al-Quran.
3. Semua kitab tafsir yang hingga hari masih
ada, bisa dijadikan dasar penafsiran kita tehadap Al-Quran. Kita punya puluhan
kitab tafsir peninggalan para ulama yang sudah teruji sepanjang masa.
Tentunya masing-masing kitab tafsir itu
memiliki keunggulannya sendiri--sendiri. Tergantung dari sudut pandang mana
seseorang ingin membidik pemahamannya terhadap A-Quran.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/

