Assalamu'alaikum
Mau tanya pak ustadz, tapi
sebelumnya saya pengin sampaikan beberapa firman ALLAH ta'ala ini,
“Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
“Dan apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
"Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling
daripada-Nya sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). Dan janganlah kamu
menjadi orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan.” Padahal mereka
tidak mendengarkan.” (QS. Al-Anfal: 20-21)
“Maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang
pedih.” (QS. An Nur: 63)
“Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan dia ke dalam jahanam dan jahanam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa': 115)
"Wahai orang-orang
yang beriman bertaqwalah kepada ALLAH dan ucapkanlah perkataan yang benar.
Niscaya ALLAH akan memperbaiki amal-amal kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu.
Dan barang siapa yang taat kepada ALLAH dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang sangat besar."(Al-Ahzaab 70 dan 71)
Dari beberapa firman di
atas jelas dan tegas bahwa lebih menguntungkan kalau kita mengikuti perintah
ALLAH dan rasulullah sallallahu 'alaihi wassalam. Yang ingin saya tanyakan
adalah bagaimana sikap terbaik kita untuk menghadapi orang-orang yang belum
melaksanakan perintah ALLAH dan rasulullah sallallahu 'alaihi wassalam?
Karena di Indonesia
khususnya di pulau Jawa ini, banyak sekali orang yang tidak melaksanakan
perintah rasul sallallahu 'alaihi wassalam sedangkan yang tidak diperintahkan
beliau malah banyak dilakukan.
Contohnya, Rasul tidak
pernah menyuruh kita untuk merayakan maulid nabi (kalau bahasa kerennya ulang
tahun kelahiran nabi) atau yang lebih parah lagi ada yang mendirikan masjid di
atas kuburan.
Soalnya gini pak ustadz...
sepengetahuan saya itu Rasulullah sallallahu 'alaihi wassalam melaknat para
wanita peziarah kubur dan orang yang sholat di atasnya. Dan kebanyakan dari
orang-orang yang lebih suka melaksanakan yang tidak diperintahkan rasul itu
mengambil hadits yang lemah atau yang palsu. Memang sih mereka jarang yang
mengatakan sanad atau derajat hadits tersebut, mereka biasanya hanya
menyampaikan bunyi haditsnya saja. Tapi setelah saya coba tanya kepada yang
lebih tahu lagi ternyata derajatnya seperti yang sudah saya sebutkan di atas
pak ustadz.
Dan baru-baru ini saya
mengetahui kalau ada ini pak, "Barangsiapa yang berkata apa yang aku tidak
katakan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari Neraka.” [Hadits
Mutawatir]. Periksa: Al-Manarul Muniif fis Shahih wadh Dhai’if hal. 113-115,
tahqiq: Abdul Fattah Abu Ghaddah.
Tolong donk pak ustadz
bantu saya beri pencerahan, bagaimana saya seharusnya menyikapi mereka karena
mereka adalah saudara saya seiman dan setaqwa maka saya merasa sayang kalau
mereka terjerumus ke dalam kesesatan yang sangat jelas itu. Aapa lagi mereka
malah bilang "ini kan baik..." gitu deeh... tolong saya pak...
makasih sebelumnya...
Wassalamu'alaikum
Jawaban :
Asalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kami ringkas pertanyaan anda yang lumayan panjang, kira-kira berkisar pada tiga masalah. Pertama, masalah merayakan maulid nabi yang menurut anda tidak ada perintahnya. Kedua, tentang orang yang menurut anda telah mendirikan masjid di atas kuburan padahal hal itu terlarang. Dan ketiga, masalah mengambil hadits lemah dan hadits palsu.
Kalau kami ringkas pertanyaan anda yang lumayan panjang, kira-kira berkisar pada tiga masalah. Pertama, masalah merayakan maulid nabi yang menurut anda tidak ada perintahnya. Kedua, tentang orang yang menurut anda telah mendirikan masjid di atas kuburan padahal hal itu terlarang. Dan ketiga, masalah mengambil hadits lemah dan hadits palsu.
a. Perayaan Maulid
Memang benar bahwa nabi
Muhammad SAW tidak pernah merayakan atau memerintahkan kita untuk merayakan hari
kelahirannya. Bahkan para shahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in hingga beberapa
generasi tidak pernah melakukannya.
Perayaan maulid nabi baru
diadakan beberapa abad kemudian sepeninggal nabi SAW. Ada banyak versi tentang
siapa yang mempeloporinya. Sebagaimana banyaknya versi tentang bagaimana
hukumnya. Sebagian dari umat Islam secara tegas dan mantap menyatakan
bahwa perayaan maulid nabi adalah haram, bid'ah, terlarang dan harus dibasmi.
Mungkin salah satunya adalah anda sang penanya.
Namun realitanya, kita
melihat maraknya umat Islam mengadakan perayaan maulid, bahkan banyak juga para
ulama dan ahli syariah yang secara langsung atau tidak langsung, ikut di
dalamnya, minimal tidak terlalu bilngsatan dengan adanya hal-hal itu, maka
seharusnya muncul tanda tanya di benak kita. Kira-kira mengapa ada sebagian
umat Islam yang aktif melakukannya. Adakah hujjah atau argumentasi yang masuk
akal dan syariah untuk -minimal- mentolelir kegiatan itu?
Sikap ini perlu kita miliki
agar kita tidak terlalu mudah menjatuhkan vonis sesat, mungkar atau bid'ah
kepada sesama muslim. Apalagi mengingat kegiatan ini cukup marak dilakukan.
Tentunya kurang bijaksana kalausecara kasar kita tuduhkan semua orang yang
melakukan maulid adalah para pendosa, jahat dan penghuni neraka, lantaran
melakukan bid'ah.
Apalagi mengingat juga
bahwa Rasulullah SAW sendiri pun tidak pernah secara eksplisit melarangnya,
meski juga tidak pernah memerintahkannya. Apakah bila tidak diperintahkan,
lantas hukumnya pasti terlarang? Mungkin kalau hal itu terkait dengan ritual
ibadah, semua orang sepakat. Tetapi kalau terkait masalah non ritual, bukankah
pada dasarnya hukum itu boleh kecuali ada larangan?
Intinya, masalah perayaan
maulid ini memang tidak pernah ada dalilnya dari nabi SAW, namun mengingat
masih banyaknya umat Islam yang aktif melaksanakannya, minimal kalau pun kita
tidak setuju, cara kita menjelaskannya pun harus simpatik, cermat, adil serta
bertenggang-rasa.
Kecuali kalau umat Islam
melakukan hal-hal yang secara qath'i dan mutafaq 'alaihi memang terlarang, maka
kita wajib memeranginya dengan kekuatan penuh. Misalnya membunuh nyawa orang,
minum khamar, melakukan zina, korupsi, main mata dengan musuh Islam,
menyebarkan fitnah keji di tengah kaum muslimin, berdusta, atau memerangi sesama
muslim, maka keharamannya sudah sangat jelas dan pasti. Kita semua wajib
memerangi pelakunya.
b. Membangun Masjid di
Kuburan
Perbuatan ini memang haram
hukumnya. Dan keharamannya disepakati para ulama. Tapi lain halnya dengan
menguburkan mayat di dekat masjid, atau di halaman masjid.
Tindakan ini memang oleh
sebagian ulama dianggap termasuk kategori membangun masjid di kuburan. Namun
pendapat lain mengatakan bahwa keduanya tidak bisa disamakan. Karena ada
beberapa masjid yang sudah berdiri terlebih dahulu, baru kemudian ada kuburan
di dekatnya.
Adapun mendirikan masjid
setelah ada kuburan kiayi tertentu, memang sebaiknya dihindari. Agar kita tidak
terkena laknat dari Allah SWT. Masalahnya, bila masjid itu ternyata bermanfaat
buat banyak orang, apakah harus dirobohkan atau kuburannya yang dipindahkan?
Lalu dari manakah biayanya? Dan kemana pula memindahkan kuburan di zaman
sekarang ini? Tentu semua perlu dipikirkan sebaik-baiknya.
c. Mengambil hadits lemah
dan palsu
Hadits yang lemah berbeda
dengan hadits palsu. Hadits lemah pada hakikatnya masih terbilang hadits juga.
Dan para ulama -sebagiannya- membolehkan kita berdalil dengan hadits lemah,
selamakelemahannya tidak terlampau parah, juga bukan dalam masalah aqidah, sertameyakini
bahwa perbuatan itu bukan semata-mata dilandasi perintah nabi SAW.
Sedangkan hadits palsu
memang haram untuk dipakai. Karena pada hakekatnya sebuah dusta tentang
Rasulullah SAW. Dan apa yang baru saja anda dengar itu memang benar, bahwa orang
yang memalsu hadits akan diberikan tempat duduk berupa api neraka.
Tinggal kita harus
panda-pandai meneliti, mana yang hadits lrmah (dhaif) dan mana yang palsu
(maudhu'). Selain itu sikap dan metode penjelasan kepada masyarakat pun perlu
dirancang sedemikian rupa, agar tidak menimbulkan rasa sakit hati atau kecewa.
Boleh jadi masyarakat pada
dasarnya mau mendengarkan nasehat kita, tetapi tidak jarang mereka semakin
menjauh karena sikap kita yang di mata mereka dianggap arogan, sombong, angkuh
dan kurang bersahabat. Tidak ada salahnya bila metode penyampaian kita kepada
masyarakat tentang masalah-masalah di atas kita evaluasi ulang, agar tujuan
kita mengarahkan umat kepada sunnah rasulullah SAW bisa mendatangkan hasil dan
keberkahan. Tanpa harus melahirkan sakit hati yang tidak perlu.
Wallahu a'alam bishshawab,
wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc..
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/