Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Ustadz yang semoga
dirahmati Alloh
Saya baca penjelasan di
salah satu situs yang isinya kurang lebih sebagai berikut:
Mawahib al-Laduniyyah bi
al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al-Deen Al-Qastallani
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al-Deen Al-Qastallani
Penciptaan Ruh Nabi
Sall-Allahu 'alayhi Wasallam Saat Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan
keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq, Ia pun menciptakan Haqiqat
Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari Cahaya-Nya. Ia
Subhanahu wa Ta'ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini keseluruhan alam,
baik alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian memberitahu
Muhammad akan Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih belum berbentuk
apa-apa kecuali berupa ruh dan badan. Kemudian darinya (dari Muhammad) keluar
tercipta sumber-sumber dari ruh, yang membuat beliau lebih luhur dibandingkan
seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya pula ayah dari semua makhluq
yang wujud. Dalam Sahih Muslim, Nabi (SAW) bersabda bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menulis Taqdir seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan tahun di
sisi Allah adalah berbeda dari tahun manusia, peny.) sebelum Ia menciptakan
Langit dan Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang
telah tertulis dalam ad-Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab),
adalah bahwa Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi.
Al-Irbadh ibn Sariya, berkata bahwa Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam bersabda,
"Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih
dalam bentuk tanah liat."
Saya juga sering menerima
penjelasan hal-hal serupa namun pada umumnya dari saudara kita yang berpaham
sufistik (tasawuf) yang mana menurut pemahaman saudara kita yang lain ada
sedikit pertentangan dan telah memasuki wilayah aqidah (menurut saya)
Untuk itu mohon kiranya
ustadz dapat memberikan penjelasan, apakah benar penjelasan penciptaan Nur
Muhammad berdasarkan hadits qudsi serta beberapa pemahaman sufi yang lainnya
antara lain tentang syariat, hakikat dan marifat?
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Sikap yang diperlukan dari kita adalah sikap adil, tawazun dan menempat segala sesuatu tepat pada tempatnya. Misalnya dalam menilai pandangan saudara-saudara kita yang cenderung ke arah tasawuf.
Sikap yang diperlukan dari kita adalah sikap adil, tawazun dan menempat segala sesuatu tepat pada tempatnya. Misalnya dalam menilai pandangan saudara-saudara kita yang cenderung ke arah tasawuf.
Ketahuilah bahwa dunia
tasawuf itu sangat luas, ragamnya sangat banyak, alirannya bermacam-macam serta
variasinya juga tidak terkira. Maka bukan pada tempatnya untuk mem-black-list semua
hal yang berbau tasawuf sebagai sesuatu yang pasti batilnya, sebagaimana juga
kurang tepat kalau semua dianggap benar.
Kita perlu memilah dan
membedakan antara satu dengan lainnya secara adil, sistematis dan cermat. Bukan
asal hantam dan main caci maki, juga bukan dengan fanatisme buta. Diperlukan
sedikit kecerdasan lebih untuk bisa melakukan pemetaan dan analisa.
Paramater Kebenaran
Untuk mengetahui apakah
sebuah paham atau pemikiran itu benar atau tidak, ada hal-hal yang perlu kita
perhatikan:
1. Pemikiran itu harus
bersumber dari Al-Quran atau As-Sunnah. Kalau tidak ada dasar dari keduanya,
maka kita tidak bisa menerimanya sebagai bagian dari aqidah dan syariah Islam.
2. Dalam memahami serta
beristidlal kepada Al-Quran, harus dilakukan sesuai dengan urutannya. Tiap ayat
dari Al-Quran harus dipahami sesuai dengan ayat lainnya yang juga ada di dalam
Al-Quran. Tidak boleh pemahaman dari ayat tertentu menjadi bertentang dengan
ayat lainnya.
Dan demikian seterusnya,
pemahaman yang kita ambil dari suatu ayat juga harus sesuai dengan hadits
nabawi.
3. Demikian juga ketika
kita mengambil kesimpulan dari hadits-hadits nabawi,tidak boleh bertentangan
dengan ayat Quran atau hadit nabawi yang lainnya.
4. Dan khusus untuk sunnah
nabawiyah, selain masalah metode istimbathnya, juga harus dipastikan bahwa kita
hanya merujuk kepadariwayat-riwayat yangbisa diterima derajatnya, meski tidak
harus shahih.
Dan masalah derajat
keshahihan suatu riwayat sudah ada metodologinya sendiri, tidak boleh
membuat-buat jalur periwayatan sendiri yang tidak punya dasar.
Kebanyakan masalah yang
paling sering dipertanyakan dari kalangan ahli tasawuf adalah pada penyandaran
hadits yang kurang kuat periwayatannya. Seperti hadits pertama di atas yang
tidak dicantumkan siapa perawinya, sehingga kita tidak tahu sejauhmana tingkat
validitasnya. Selain itu juga seringkali kesimpulannya terkesan parsial,
tidak memperhatikan adanya dalil-dalil lainnya yang sebenarnya bertentangan.
Padahal mengambil dalil secara parsial merupakan tindakan yang sangat
berbahaya.
Contoh Aktifitas Tasawwuf
yang Bertentangan dengan Syariat
a. Dalam
Masalah Aqidah dan Keimanan
Keyakian bahwa bila telah
mencapai tingkat ma`rifat (tingkatan yang tinggi) dalam pandangan mereka, maka
seseorang tidak perlu lagi menjalankan syariat. Tidak perlu melakukan shalat,
puasa, zakat, haji dan sebagainya. Mereka berkeyakinan manusia yang telah
mencapai derajat itu sudah bebas tugas dari Allah.
Ini adalah paham yang salah
dan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena Allah SWT berfirman:
Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.(QS. Al-Hasyr: 7)
b. Dalam masalah pandangan
sempit pada Islam
Ada sebagian dari para
pengikut tasawwuf adalah isolasi (memutuskan kontak) terhadap masalah sosial
dan kerjanya hanya berzikir di dalam masjid. Mereka tidak bekerja mencari
nafkah, tidak mencari ilmu, tidak berdakwah, tidak berjihad dan tidak menolong
fakir miskin.
Alasan mereka bahwa semua
itu adalah aktifitas keduniaan semata. Padahal Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan hubungan sosial bahkan mewajibkan bekerja karena kerja mencari
nafkah adalah ibadah.
Padahal Allah SWT telah
berfirman:
Apabila telah ditunaikan
sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS Al-Jumuah: 10)
Islam mencakup semua aspek
kehidupan baik pribadi, keluarga, masyarakat, ekonomi, politik, perang bahkan
mengatur negara. Islam adalah agama sekaligus negara. Rasulullah SAW adalah
seorang Nabi, pemimpin masyarakat, ahli ekonomi, ahli tata negara, panglima
perang, sekaligus juga seorang pendidik dan ayah teladan bagi anak-anaknya.
Beliau bekerja mencari nafkah, melakukan aktifitas sosial dan transaksi
perdagangan bahkan memimpin penyerbuan dalam perang.
Pandangan seperti
sebenarnya tidak lain adalah beriman pada sebagian ayat dan mengingkari ayat
yang lain. Al-Quran sendiri mengatur seluruh sisi kehidupan manusia.
Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah
balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.(QS AL-Baqarah: 85)
c. Dalam Masalah Tata Cara
Dalam mendekatkan diri
kepada Allah, ada sebagain di antara mereka yang melakukan tari-tarian dan
gerakan badan. Kadangpada titik tertentu seperti orang kesurupan, melafalkan
kalimat-kalimat aneh yang tidak diajarkan oleh Nabi, bahkan terkadang meminum
khamar dan cara-cara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Dengan cara itu
mereka beranggapan telah sampai dan bertemu dengan Allah.
Atau ada yang melakukan
jenis ibadah tertentu seperti puasa wishal (bersambung) yang
sebenarnya telah diharamkan. Sebagian lain ada yang mengharamkan jenis makanan
tertentu yang Allah halalkan dan sebaliknya. Sikap seperti ini sebenarnya
kurang tepat, sebab firman Allah SWT sangat jelas:
Dan syaitan menjadikan
mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka
dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam. (QS. Al-Ankabut - 28)
Demikianlah Kami jadikan
setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan. (QS Al-An`am: 108)
Sejarah Tasawuf dalam Islam
Arti tasawuf dalam agama
ialah memperdalam ke arah bagian rohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah
seputar permasalahan itu. Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut
berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang India yang amat fakir.
Mereka condong menyiksa diri sendiri demi membersihkan jiwa dan meningkatkan
amal ibadatnya.
Dalam agama Kristen
terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta. Di Yunani muncul aliran
Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama Mani'; dan di negeri-negeri
lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah.
Kemudian Islam datang
dengan membawa perimbangan yang paling baik di antara kehidupan rohaniah dan
jasmaniah serta penggunaan akal. Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh
agama, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masing dari tiga
unsur itu diberi hak sesuai dengan kebutuhannya. Ketika Nabi saw. melihat salah
satu sahabatnya berlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu segera
ditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berpuasa
terus menerus tidak pernah berbuka, sepanjang malam beribadat, tidak pernah
tidur, serta meninggalkan isteri dan kewajibannya.
Lalu Nabi saw. menegurnya
dengan sabdanya, "Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk
tidur), bagi isteri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul), dan bagi jasadmu
ada hak. Maka, masing-masing ada haknya." Ketika sebagian dari para
sahabat Nabi saw. bertanya kepada isteri-isteri Rasul saw. mengenai ibadat
beliau yang luar biasa. Mereka (para isteri Rasulullah) menjawab, "Kami
amat jauh daripada Nabi saw. yang dosanya telah diampuni oleh Allah swt, baik
dosa yang telah lampau maupun dosa yang belum dilakukannya." Kemudian
salah seorang di antara mereka berkata, "Aku akan beribadat sepanjang
malam." Sedang yang lainnya mengatakan, "Aku tidak akan
menikah." Kemudian hal itu sampai terdengar oleh Rasulullah saw, lalu
mereka dipanggil dan Rasulullah saw. berbicara di hadapan mereka.
Sabda beliau,
"Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu akan makrifat Allah
dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu; tetapi aku bangun, tidur,
berpuasa, berbuka, menikah, dan sebagainya; semua itu adalah sunnah Barangsiapa
yang tidak senang dengan sunnahku ini, maka ia tidak termasuk golonganku."
Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan dan
mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu luang dengan hal-hal yang membawa manfaat,
serta menghayati setiap bagian dalam hidup ini. Munculnya sufi-sufi di saat
kaum Muslimin umumnya terpengaruh pada dunia yang datang kepada mereka, dan
terbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalah dengan pertimbangan
logika. Hal itu terjadi setelah masuknya negara-negara lain di bawah kekuasaan
mereka.
Berkembangnya ekonomi dan
bertambahnya pendapatan masyarakat, mengakibatkan mereka terseret jauh dari apa
yang dikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh dari tuntutan Islam). Iman
dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam (perdebatan); dan banyak dari
ulama-ulama fiqih yang tidak lagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat
rohani. Mereka hanya memperhatikan dari segi lahirnya saja. Sekarang ini,
muncul golongan sufi yang dapat mengisi kekosongan pada jiwa masyarakat dengan
akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam dan iman,
semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari kaum sufi.
Mereka para tokoh sufi
sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktik yang
menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam
karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat
karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang
berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang makrifat,
akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu tidak dapat
diingkari.
Tetapi, banyak pula di
antara orang-orang sufi itu terlampau mendalami tasawuf hingga ada yang
menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktikkan teori di luar Islam, ini
yang dinamakanSathahat orang-orang sufi; atau perasaan yang halus
dijadikan sumber hukum mereka. Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di
antaranya ialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuh ibarat
mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya.
Banyak dari golongan Ahlus
Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh
Al-Qur'an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan mempertimbangkannya
dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim
yang menulis sebuah buku yang berjudul, "Madaarijus-Saalikin ilaa
Manaazilus-Saairiin," yang artinya "Tangga bagi Perjalanan Menuju ke
Tempat Tujuan." Dalam buku tersebut diterangkan mengenai ilmu tasawuf,
terutama di bidang akhlak, sebagaimana buku kecil karangan Syaikhul Islam
Ismail Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan dari Surat Al-Fatihah,
"Iyyaaka na'budu waiyyaaka nastaiin."
Kitab tersebut adalah kitab
yang paling baik bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah tasawuf secara
mendalam. Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannya dan boleh
tidak memakainya, kecuali ketetapan dan hukum-hukum dari kitab Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah saw. Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian
yang murni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cinta kepada sesama
makhluk, makrifat akan kekurangan yang ada pada diri sendiri, mengetahui tipu
muslihat dari setan dan pencegahannya, serta perhatian mereka dalam
meningkatkan jiwa ke tingkat yang murni.
Di samping itu, menjauhi
hal-hal yang menyimpang dan terlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan
oleh tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melalui ulama ini,
dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutama ilmu akhlak, penyakit jiwa dan
pengobatannya.
Kesimpulan:
- Tasawwuf memiliki tujuan yang baik
yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawwuf tidak
boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan
As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman atau pun tata cara yang dilakukan.
- Tidak semua tasawwuf bid`ah dan
sesat, selama tasawwuf itu berpegang pada dasar syariat yang benar.
Wallahu a'lam bishshawab.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/