Assalamualaikum, pak
ustadz.
Berkaitan dengan jawaban
pak ustadz mengenai pertanyaan ahli sunnah wal jamaah yang mana, ada jawaban
pak ustadz yang menarik hati saya. Saya kutip; "Bahwa para ulama itu
ternyata berlatar belakang suatu kelompok, asalkan dia ahli di bidangnya dan
tetap berlaku profesional dengan ilmunya, tentu tidak mengapa. Tetapi yang kami
tekankan di sini, belajar mendalami ilmu-ilmu keIslaman secara intensif,
mendalam dan kontinyu, justru lebih cepat mengantarkan anda kepada ilmu-ilmu
keIslaman. Dan kalau arahnya memang kepada belajar syariah, menjadi penting dari
sekedar ikut-ikutan berbagai kelompok yang ada."
Kebetulan saat ini saya
sedang tertarik mendalami agama Islam setelah hampir 30 tahun saya menjalani
agama Islam hanya karena keturunan. Terus-terang saya bingung dengan banyaknya
aliran dan kelompok-kelompok tersebut. Saya ingin belajar mendalami ilmu-ilmu
ke-Islaman secara intensif, bagaimanakah caranya? Sedangkan kalau saya harus
sekolah rasanya sudah tidak mungkin karena basic ilmu saya
teknik dan saya sudah bekeluarga. Ke mana saya bisa belajar ilmu-ilmu Islam
seperti itu terlepas dari kelompok-kelompok itu? Jika ada ustadz yang bisa
mengajarkan privat, saya mohon infonya. Ilmu apa dulu yang harus saya pelajari?
Seandainya ada kursus singkat, ke mana saya bisa mendaftar? Saya tinggal di
Bandung.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Kami seringkali menemukan kasus yang seperti anda utarakan. Dan tentunya selama ini sudah jadi bahan pemikiran kami.
Kami seringkali menemukan kasus yang seperti anda utarakan. Dan tentunya selama ini sudah jadi bahan pemikiran kami.
Di satu sisi kami sangat
berbahagia bila mendapati begitu besarnya antusiasme umat ini dalam mempelajari
agama, khususnya masalah syariah. Ini menunjukkan kesadaran umat ini sudah
sedemikian besar. Dan ini sungguh membahagiakan. Namun kebahagiaan ini
seringkali juga harus bermuara kepada kekecewaan. Sebab ternyata umat ini belum
mampu menyediakan sarana pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu syariah secara
massal namun tetap berkualitas.
Kami paham sekali
keterbatasan para ustdz dan ulama dalam memberikan sarana pengajar ilmu
syariah. Di samping jumlah mereka yang tidak terlalu banyak, sementara yang
harus dilayani terlalu besar, juga kita masih berkutan dengan sekian banyak
kendala teknis lainnya.
Misalnya, umat Islam yang
tertarik belajar itu umumnya adalah orang yang bukan pengangguran, tetapi
mereka adalah orang yang setiap hari waktunya sudah habis di tempat kerja dan
lainnya. Boleh dibilang, 7 hari dalam seminggu itu sudah dipenuhi dengan
berbagai adenda rutin yang sulit begitu saja ditinggalkan.
Karena itu kami dan
teman-teman di Eramusim sudah lama memikirkan solusi yang bisa menyelesaikan
semua masalah itu. Dan akhirnya kami menjatuhkan pilihan untuk memanfaatkan
media teknologi informasi sebagai solusi. Bentuknya adalah sebuah kampus
digital yang bersifat online, bisa diakses lewat internet 24 sehari, 7 hari
dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun.
Seluruh muslimin dari
seluruh penjuru dunia, bisa kuliah di kampus online ini. Bahkan kami menerapkan
kebijakan bahwa sebisa mungkin semua kegiatan belajar mengajar dilakukan cukup
lewat internet saja. Sehingga tidak ada lagi buang-buang waktu, energi, uang,
atau source lainnya dengan percuma.
Bahkan program kuliah ini
dikemas agar bisa mulai diikuti kapan saja, tanpa menunggu masa pendaftaran.
Bahkan tengah malam jam 00.00 pun bisa langsung mendaftar sekaligus langsung
kuliah. Tidak ada antrian berjam-jam untuk sekedar dapat formulir pendaftaran,
juga tidak ada test ini itu yang pada dasarnya tidak ada gunanya juga, cuma
sekedar gagah-gagahan. Atau sekedar mengeleminasi mahasiswa yang dianggap
bodoh. Yang penting, siapa yang punya kemauan untuk kuliah, dia punya
kesempatan selebar-lebarnya.
Kuliah ini pun kami kemas
agar tetap bisa dijalankan meski seseorang berada di mana saja di muka bumi
ini. Kami bahan membayangkan seorang sopir bus antar kota yang boleh dibilang
hidupnya 'nomaden' berpindah dari satu kota ke kota lain, tetap bisa mengikuti
kuliah syariah ini. Bahkan seorang astronot yang sedang mengorbit di ruang
angkasa pun tetap bisa terus kuliah dengan program ini.
Meski yang muncul hanya apa
yang ada di layar komputer, namun bukan berarti kuliah ini seperti hanya
membaca buku. Sebab setiap mata kuliah yang diajarkan juga tetap ditangani oleh
dosen-dosen yang juga online. Mereka tetap bisa diajak diskusi, dialog dan
tanya jawab atas hal-hal yang belum dikuasai. Layaknya sebuah perkuliahan di
dunia nyata.
Bahkan tanya jawab dengan
dosen bisa lebih besar kesempatannya, karena tiap mahasiswa punya account
sendiri secara pribadi, di mana dia bebas menanyakan masalah apa saja yang
terkait dengan perkuliahan. Bahkan kami tetap ingin memberikan kemudahan
dalam memberikan penilaian. Karena untuk mengevaluasi hasil perkuliahan,
modul-modul itu dilengkapi dengan soal-soal latihan. Yang menarik, soal-soal
itu bersifat online, sehingga bisa langsung dijawab dan nilainya bisa langsung
keluar. Maka tidak adal lagi cerita para mahasiswa capek menunggu hasil ujian,
karena dosennya belum sempat mengoreksi jawaban. Nilai ujian saat itu juga
keluar seiring dengan di-kliknya tombol jawaban.
Bila kurang puas dengan
nilai ujian yang didapat, ada menu untuk ujian susulan, sebagaimana yang biasa
dilakukan para mahasiswa untuk memperbaiki nilai. Salah satu visi metode
perkuliahan ini adalah fleksibilitasnya yang tinggi. Bila seorang mahasiswa
dengan alasan tertentu sibuk tidak bisa aktif mengikuti perkuliahan, maka dia
bisa cuti secara otomatis, tanpa harus sibuk mengurus kesana kemari. Begitu
sudah ada waktu lagi, tinggal meneruskan saja cukup dengan menekan satu tombol.
Beres!
Bagaimana dengan biaya?
Niat awal kami adalah para
mahasiswa bukan hanya gratis, tetapi mendapat beasiswa. Sebagaimana yang
sekarang ini bisa berjalan di Al-Azhar University Mesir. Lembaga itu bukan
milik pemerintah, tidak ada kucuran dana apa pun, tetapi sudah 1000 tahun ini
eksis menghidupi dirinya bahkan 'menggaji' semua mahasiswa yang kuliah di sana.
Rahasianya karena Al-Azhar
punya aset-aset produktif yang telah diwakafkan oleh para aghniya' (orang kaya)
di Mesir sepanjang zaman. Pabrik, industri, properti, pasar, bebagai perusahaan
sudah berstatus waqaf untuk lembaga kebanggaan muslim sedunia ini. Bahkan
mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana tidak kurang dari 3.000 orang. Tidak
ada satu pun yang bayaran, sebaliknya malah dapat bea siswa.
Alangkah nikmatnya bila
kita bisa mengikuti jejak Al-Azhar As-Syarif itu, sayangnya kesadaran orang
kaya muslim di negeri ini masih menuntut kesabaran kita. Di tengah banyaknya
orang yang berlomba bikin masjid, atau meramaikan berbagai macam seremoni rutin
tahunan, mulai dari Maulid nabi, Isro' Mi'roj, Nuzulul-Quran, Halal- bi halal
dan seterusnya, sayang cita-cita besar mendirikan kampus online ini belum
banyak dilirik.
Sehingga kami masih harus
memikirkan pengeluaran dana, untuk sekedar bisa eksis terus. Karena itu dengan
sangat terpaksa, dari para mahasiswa masih dimintakan kontribusi pahala lewat
sistem pembayaran. Tetapi tetap diupayakan seringan mungkin, jauh di bawah
biaya kuliah konvensional tentunya. Sementara kami tetap harus mengeluarkan
banyak biaya untuk menjamin berlangsungnya perkuliahan ini.
Kami telah mengupayaan agar
kuliah ini bukan sekedar main-main, namun juga mendapat pengakuan dari
institusi berwenang seperti departemen Agama RI. Agar luluasan dari perkuliahan
ini diakui sebagai sarjana strata 1 penuh. Alhamdullillah dengan berbagai
kerjasama yang digalang, semua mahasiswa di perkuliahan ini bisa mendapatkan
kesempatan mengkuti ujian persamaan dengan mentranskrip nilai. Sehingga tetap
bisa nantinya mendapatkan gelar SHI (sarjana Hukum Islam) dan bisa diakui di
jenjang kuliah selanjutnya (S-2) di lembaga lain.
Untuk itu, bila anda
tertarik, kami mengundang anda untuk bergabung bersama 2000-an mahasiswa lain
yang sudah mendaftar. Silahkan klik http://kampussyariah.com dan selamat kuliah,
semoga Allah SAW menambahkan ilmu anda dan berguna di dunia dan di akhirat.
Amien.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/