Sejauh
ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan
asal-usul mahluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan
kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang
telah ada sebelumnya.
Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini
sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran
sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada manusia
sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauh Mahfuzh (Kitab yang terpelihara)
telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauh Mahfuzh juga berisi
informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam
semesta.
Lauh Mahfuzh berarti terpelihara (mahfuzh), jadi segala sesuatu
yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut
sebagai Ummul Kitaab (Induk Kitab), Kitaabun Hafiidz (Kitab Yang Memelihara atau
Mencatat), Kitaabun Maknuun (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja.
Lauh Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena
mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat
manusia.
Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauh
Mahfuzh. Sifat yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau
terlupakan dari kitab ini:
Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang
gaib; tak ada yang mengetahuinya kcuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang
ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al An’aam, 6:59)
Sebuah ayat menyatakan
bahwa seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauh Mahfuzh:
Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan. (QS. Al An’aam, 6:38)
Di ayat yang lain, dinyatakan bahwa di
bumi ataupun di langit, di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda,
termasuk benda sebesar zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan
tercatat dalam Lauh Mahfuzh:
Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan
tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu
pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.
Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di
bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebi
besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (QS. Yunus, 10:61)
Segala informasi tentang umat manusia ada
dalam Lauh Mahfuzh, dan ini meliputi kode genetis dari semua manusia dan nasib
mereka:
(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah
datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri,
maka berkatalah orang-orang kafir: Ini adalah suatu yang amat ajaib. Apakah kami
setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah
suatu pengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa
yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada
kitab yang memelihara (mencatat). (QS. Qaaf, 50:2-4)
Ayat berikut ini
menyatakan bahwa kalimat Allah di dalam Lauh Mahfuzh tidak akan ada habisnya,
dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan:
Dan seandainya pohon-pohon di
bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut
(lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman,
31:27)
Fakta-fakta yang telah kami paparkan dalam tulisan ini membuktikan
sekali lagi bahwa berbagai penemuan ilmiah modern menegaskan apa yang diajarkan
agama kepada umat manusia. Keyakinan buta kaum materialis yang telah dipaksakan
ke dalam ilmu pengetahuan ternyata malah ditolak oleh ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan modern tentang informasi
berperan untuk membuktikan secara obyektif siapakah yang benar dalam perseteruan
yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Perselisihan ini telah terjadi
antara paham materialis dan agama.
Pemikiran materialis menyatakan bahwa
materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada sesuatu pun yang ada sebelum
materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan ada sebelum keberadaan materi,
dan bahwa materi diciptakan dan diatur berdasarkan ilmu Allah yang tak
terbatas.
Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah diajarkan oleh
agama-agama wahyu seperti Yahudi, Nasrani dan Islam sejak permulaan sejarah,
telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan petunjuk bagi masa
berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia semakin mendekat pada
pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang Maha Mengetahui. Hal ini
sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia dalam ayat
berikut:
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat
dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah. (QS. Al Hajj, 22:70)
(1)
George C. Williams. The Third Culture: Beyond the Scientific Revolution. (ed.
John Brockman). New York, Simon & Schuster, 1995, pp. 42-43
(2) Stephen
Meyer, "Why Can't Biological Information Originate Through a Materialistic
Process", Unlocking the Mystery of Life, DVD, Produced by Illustra Media,
2002
(3) Phillip Johnson, The Wedge of Truth: Splitting the Foundations of
Naturalism , Intervarsity Press, Illinois, 2000, p. 123
(4) Werner Gitt. In
the Beginning Was Information. CLV, Bielefeld, Germany, pp. 107, 141
(5)
Gerald Schroeder, The Hidden Face of God, Touchstone, New York, 2001, p. xi